Tips Jitu Dalam Mengelola THR

Menyambut momen Lebaran, Tunjangan Hari Raya (THR) tidak hanya menjadi “angin segar” finansial, tetapi juga peluang untuk membangun pondasi keuangan yang lebih matang. Data Jakpat 2024 mengungkap, 80% masyarakat menggunakan THR untuk zakat dan kebutuhan primer, sementara 59% mengandalkannya sebagai penyokong utama selama Ramadhan. Namun, di balik angka tersebut, terselip tantangan: bagaimana mengelola THR agar tidak sekadar habis dalam sebulan, tapi menjadi langkah awal menuju kebebasan finansial jangka panjang.

Bagi generasi muda yang pertama kali menerima THR, momen ini bisa menjadi titik balik. Alih-alih terjebak dalam euforia belanja, THR sebaiknya dipandang sebagai modal untuk membentuk kebiasaan keuangan sehat. “Jangan lihat THR sebagai ‘uang bonus’, tapi sebagai alat untuk memutus rantai ketergantungan pada utang atau gaya hidup konsumtif,” jelas Melfrida Gultom, Consumer Banking Director Bank DBS Indonesia.

Zakat, yang menjadi prioritas 80% penerima THR, bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga cermin kesadaran berbagi. Dengan mengalokasikan 2,5 kg beras atau setara uang tunai, masyarakat tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial. Namun, setelah zakat, tantangan terbesar adalah mengatur sisa dana agar tidak tergerus kebutuhan sekunder yang kerap impulsif, seperti buka puasa bersama atau belanja hampers.

Di sinilah perencanaan matang diperlukan. Metode 50/30/20 (50% kebutuhan primer, 30% tabungan/investasi, 20% keinginan) bisa dimodifikasi sesuai prioritas. Misalnya, alokasi 20% untuk “keinginan” bisa dialihkan sebagian ke dana darurat atau investasi, terutama bagi yang masih memiliki utang. “THR adalah momentum untuk mengevaluasi utang. Lunasi yang berbunga tinggi dulu, lalu alokasikan sisa dana untuk hal produktif,” tambah Melfrida.

Bagi generasi yang tumbuh dengan gawai, aplikasi perbankan seperti digibank by DBS menjadi solusi praktis. Fitur Dompet Maxi, misalnya, memungkinkan pengguna memisahkan dana sesuai tujuan—mulai dari zakat, mudik, hingga investasi—dalam satu platform. Tak hanya itu, nasabah bisa langsung berinvestasi di 70+ reksa dana mulai Rp100 ribu atau obligasi dengan modal Rp1 juta, tanpa perlu antre di kantor cabang.

Aspek keamanan juga tak kalah krusial. Tren peningkatan transaksi digital selama Ramadhan—seperti QRIS, e-wallet, dan pembayaran virtual—membuka celah bagi penipuan siber. “Pahami bahwa bank atau otoritas pajak tidak pernah meminta OTP atau PIN via telepon. Manfaatkan fitur keamanan seperti 2FA dan face recognition untuk proteksi ekstra,” imbau Melfrida.

THR tak melulu harus dihabiskan. Alokasi sebagian dana untuk pengembangan skill—seperti workshop literasi keuangan atau kursus digital marketing—bisa menjadi “investasi” yang meningkatkan nilai diri di pasar kerja. Bagi yang berminat berbisnis, THR juga bisa jadi modal awal usaha mikro, seperti jualan kue Lebaran atau layanan jasa mudik.

Bahkan, proteksi diri melalui asuransi—seperti MiUltimate Health Care atau Chubb Smart Travel Shield—bisa menjadi cara cerdas memitigasi risiko kesehatan dan keamanan selama mudik. “Asuransi bukan lagi produk mewah, tapi kebutuhan dasar di era ketidakpastian,” tegas Melfrida.

Kunci utama pengelolaan THR adalah perubahan pola pikir. Daripada memboroskan dana untuk baju baru atau hampers mahal, prioritaskan hal-hal yang memberi dampak berkelanjutan. Misalnya, gunakan diskon tiket mudik awal untuk menghemat anggaran, atau manfaatkan program mudik gratis dari pemerintah.

“THR pertama adalah ujian kedewasaan finansial. Jika berhasil dikelola dengan baik, ini akan menjadi fondasi untuk kebiasaan keuangan yang lebih matang di masa depan,” tutup Melfrida. Dengan kombinasi disiplin, teknologi, dan literasi, THR tak hanya memenuhi kebutuhan hari ini, tetapi juga menjadi batu loncatan menuju kemandirian finansial.

(Foto : Infobanknews)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *